Alam Persinggahan

on Kamis, 03 Oktober 2013
Ibnu Umar berkata, Rasulullah SAW suatu hari berdekatan dengan ku dan ia memegang pundakku sambil bersabda: 'Jadilah engkau di dunia ini seolah-olah orang asing atau seperti orang yang menyebrang jalan'".

Penjelasan:
Hadis di atas mengandung satu pesan bahwa kita jangan terlena oleh kehidupan duniawi beserta pernak pernik lainnya. Rasulullah SAW menganjurkan kita agar dapat menjalani hidup layaknya orang asing yang selalu berpikir untuk pulang. Atau seperti ungkapan berikutnya, "Jadilah kita seperti seorang penyeberang jalan".

Allah Mengajarkan Cinta

on Kamis, 29 Agustus 2013
Cinta adalah salah satu pesan agung yang Allah sampaikan kepada umat manusia sejak awal penciptaan makhluk-Nya. Dalam salah satu hadis yang diterima dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ''Ketika Allah mencipta makhluk-makhluk-Nya di atas Arsy, Dia menulis satu kalimat dalam kitab-Nya, 'Sesungguhnya cinta kasihku mengalahkan amarahku'.''(HR Muslim). Atau dalam versi yang lain, ''Sesungguhnya cinta kasihku mendahului amarahku.'' (HR Muslim).

Dalam kehidupan manusia, cinta sering direfleksikan dalam bentuk dan tujuannya yang beragam. Ada dua bentuk cinta. Pertama, cinta karena Allah. Kedua, cinta karena manusia. Seseorang yang mencintai orang lain karena Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mengarahkan cinta itu sebagai media efektif untuk saling memperbarui dan saling introspeksi diri, sudah sejauh mana pengabdian kita kepada Allah. Cinta model ini akan berujung pada kepatuhan total dan ketundukan tulus, bahwa apa yang dilakukannya adalah semata-mata karena pembuktian cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Seseorang yang mencintai orang lain karena manusia, akan banyak menimbulkan persoalan serius. Cinta ini sifatnya singkat, karena cinta model ini biasanya muncul karena dorongan material dan hawa nafsu. Dua hal yang sering membuat manusia lalai dalam kenikmatan duniawi.

Rabi'ah al-Adawiyah, seorang tokoh sufi terkemuka, suatu ketika pernah berlari-lari di jalan sambil membawa seember air dan api. Ketika ditanya oleh seseorang tentang apa yang sedang dilakukannya, Rabi'ah tegas menjawab bahwa ia membawa air untuk menyiram api neraka, dan membawa api untuk membakar surga. Rabi'ah memberikan alasan, bahwa hanya karena niat ibadah untuk memperoleh surga dan terhindar dari api neraka inilah, kebanyakan manusia melupakan tujuan hakiki ibadahnya. Padahal, ibadah bukanlah bertujuan untuk memperoleh surga atau menghindari neraka. Ibadah merupakan bentuk cinta tulus ikhlas kepada Allah semata.

Pergaulan hidup juga mesti dilandasi cinta. Dengan itu, kehidupan akan berjalan harmonis dan langgeng. Cinta yang diajarkan Allah SWT adalah cinta yang berujung pada keabadian, karena Allah sendiri adalah Zat yang abadi dan tak pernah rusak. Maka, keabadian, keharmonisan, dan kesejahteraan umat manusia akan tercapai jika cinta yang ada pada diri manusia ditujukan semata-mata karena Allah. Allah SWT sendiri yang mengingatkan manusia, bahwa Dia tidak akan pernah mendahulukan amarah-Nya. Cinta Allah yang menyebar di alam semesta inilah yang menjadi bukti bahwa keharmonisan itu benar-benar terjadi.

Seseorang yang tidak melakukan cinta model yang Allah SWT ajarkan tidak akan berhasil mendapatkan cinta Allah. Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah SAW bersabda, ''Siapa yang tidak mencintai manusia, maka ia tidak akan Allah cintai.'' (HR Al-Bukhari). Model cinta yang Allah ajarkan adalah cinta tertinggi, kerena selain berakibat pada kebahagiaan abadi di akhirat, imbasnya bagi kehidupan dunia pun akan terasa. Wallahu a'lam.


republika

Hukum Cincin Emas Bagi Laki-laki

Assalamualaikum Wr. Wb.

Bolehkan seorang pria mengenakan cincin emas, meskipun itu berupa cincin kawin?

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Nazmi - Jakarta Timur

Jawab:

Mbak Nazmi,

Para Ulama' (Syafi'iyah, Hanafiyah, Malikiah dan Hanbaliyah) bersepakat mengharamkan cincin emas dipakai lelaki. Ini berdasarkan hadis Nabi saw "Emas dan sutra halal bagi perempuan ummatku dan haram bagi laki-lakinya." [HR. At-Tirmizi]

Hadis lain mengisahkan bahwa pada suatu hari Rasulullah saw melihat seorang laki-laki memakai cincin dari emas, lantas Rasulullah melepasnya dan melemparkannya sembari berkata "Sengajakah seseorang di antara kalian memakai api dengan meletakkannya di tangan?" [HR. Muslim]. Ini tak ada bedanya dengan emas putih, karena emas putih juga sama nilainya dengan emas biasa.

Pengharaman ini tidak mengecualikan cincin pertunangan atau lainnya. Demikian, Wallahua'lam bisshawaab.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Mutamakkin Billa & Arif Hidayat

pesantrenvirtual.com


Hukum Musik dan Lagu

Assalamualaikum Wr. Wb.

Langsung saja ustadz,
Ana pernah membaca sebuah artikel pada sebuah koran terbitan ibu kota tentang musik sebagai upaya untuk merangsang kecerdasan bayi dalam kandungan, yang katanya memang demikian dari beberapa survey.

Ana memahami bahwa soal musik masih kontroversial, tapi jelas untuk musik yang mengundang sahwat, menimbuklkan lamunan ataupun dijadikan sebagai sarana ibadah (supaya bisa fly kaya orang mabuk) itu sih tidak diperkenankan. Adapun yang untuk memberi semangat berislam, untuk pernikahan itu boleh. Tapi dalam kasus ini, saya pernah mendengar bahwa yang islami itu yang sering-sering diperdengarkan bacaan al-quran.

Yang ana tanyakan:

Bagaimana menurut islam yang benar tentang musik? Bagaiman menyikapi musik untuk merangsang kecerdasan bayi dalam kandungan. (apa tidak bertentangan)?

Semoga allah memberi hidayah kepada kita semua.

Muhammad Anas

Jawab:

Musik termasuk sesuatu yang dibolehkan karena tidak ada nas (Qur'an-Hadis) yang secara tegas mengharamkannya. Ada kaidah fikh "al-ashlu fil asyya' al-ibahah" (asal sesuatu itu boleh-boleh saja). Adapun silang pendapat di antara ulama, dalam hal ini bermuara pada perbedaan penafsiran nas-nas yang mendasari masing-masing pendapat.

Para Ulama yang mengharamkan musik, mendasarkan pendapatnya pada firman Allah swt:
"Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. [QS. Luqmaan:6]

Musik/lagu dikategorikan sebagai "perkataan yang tidak berguna" pada ayat tersebut.

Namun penafsiran ini oleh sebagian ulama tidak dibenarkan, karena ayat tersebut masih bermuatan umum, ketegasan maknanya (hingga bisa mengharamkan musik) membutuhkan nas lain untuk menopangnya. Nabi saw sendiri tidak melarang mendengarkan lagu/musik, demikian juga para sahabat.

Kontek ayat di atas, lebih menegaskan beratnya hukuman, bahkan sampai kekafiran bagi yang mengolok-olok agama Allah.

Ayat lain yang juga dijadikan dasar pengharaman ini adalah al-Qashash ayat 55. "Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: 'Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu. Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil'." (QS. 28:55)

Para ulama menafsirkan "laghw" (perkataan yang tidak manfaat) pada ayat itu sebagai perkataan yang jelek, olokan, makian dan semacamnya. Makna ini lebih mendekati kontek ayat sebelumnya. Ayat lain yang sepadan adalah ayat 63 surat al-Furqan : "Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan." [QS. 25:63]

Jika musik/lagu dikategorikan sebagai "laghw", ayat tsb tidak berarti mengharamkan musik/lagu, bahkan boleh-boleh saja mendengarkannya. Dengan demikian ayat ini tidak cukup kuat dijadikan dasar pengharaman musik/lagu.

***

Aisyah ra mengisahkan seorang perempuan bernyanyi di samping seorang sahabat dari Anshar, kemudian Nabi saw berkata. "Hai Aisyah, itu bukanlah main-main, karena orang-orang Anshar memang mengagumi hal itu." [HR. Bukhari dan Ahmad]

Demikian juga Sahabat Amir bin Sa'ad mengisahkan. "Aku mendatangi Qardzah bin Ka'ab dan Abi Mas'ud al-Anshari pada suatu pesta perkawinan, kulihat beberapa hamba sedang bernyanyi. Kemudian aku menegurnya. "Adakah sahabat Nabi saw, ahli perang badar melakukan hal ini di antara kalian?" Mereka menjawab: "Duduklah, kalau suka, dengarkan bersama kami. Kalau tidak pergilah. Kita telah diberi keringanan dalam pesta pernikahan." [HR. Nasa'i dan Hakim]

Imam As-Syaukani dalam Naylul Authar menyebutkan, masyarakat Madinah dan para ulama yang sependapat dengan mereka, serta ahli sufi, memberikan keringanan dalam hal lagu, meski menggunakan alat musik. Demikian juga Abu Mansour al-Baghdadi al-Syafi'i dalam bukunya As-Simaa' menyebutkan, Sahabat Abdullah bin Ja'far berpendapat tidak ada masalah dengan lagu, ia mendengarkan lagu-lagu yang dipetik hambanya. Hal itu Ia lakukan pada masa kekhalifahan Ali ra. Begitu juga sahabat lainnya, Kadhi Syureih, Sa'id bin al-Musayyab, Atha' bin Abi Rabah, Az-Zuhri dan al-Sya'bi.

***

Berdasar pemaparan di atas, saya kira sikap kita terhadap musik yang digunakan utk merangsang kecerdasan bayi ya tak apa-apa.

Namun yang patut diiangat, meski musik/lagu dibolehkan, bahwa kita perlu mendudukkan segala sesuatu itu pada batas-batas normalnya. Sehingga tidak cendrung berlebihan dan bahkan menjerumuskan. Tidak semua musik/lagu dibenarkan dalam timbangan etika agama, terutama musik/lagu yang lebih mengesankan nuansa maksiatnya, kata-kata kotor dan purno, dari pada musik/lagu sebagai seni. Dalam hal ini kita perlu terus merawat hati-nurani dari hal-hal yang menyebabkan kemerosotan moral. Semua itu kembali pada niat.

Demikian, Wallahua'lam bisshawaab.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Mutamakin Billa

pesantrenvirtual.com

Aurat Pria

Batas aurat pria yang saya pahami mulai pusar sampai lutut namun ada pendapat yang menyatakan batasnya adalah hanya pada dubur dan qubul. Apakah ada dasar haditsnya?

Wassalamu'alikum Wr. wb

Choirul Musthofa - Surabaya

Jawab:

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Pendapat yang benar tentang batasan aurat pria adalah antara pusar sampai lutut. Hal tersebut berdasarkan Sabda Rasulullah SAW yang menyatakan: “Aurat seorang mukmin adalah antara pusar sampai lutut” (HR Sammuwaih/Ismai’il bin Abdulloh; hadis hasan) dan dalam riwayat yang lain Rasulullah SAW bersabda: “Paha itu adalah aurat” (HR Abu Daud, Tirmidzy, Ahmad dan Ibnu Hibban)

Akan tetapi ada sebahagian ulama, di antaranya Ibnu Hazm dan juga sebahagian Fuqoha Maliki dan Hanabilah berpendapat bahwa Paha tidak termasuk Aurat. Pendapat ini berlandaskan sejumlah dalil. Antara lain

Dari Anas RA. Ia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW pernah melipat sarungnya pada hari Khoibar sehingga aku melihat putihnya paha Rasulullah SAW “ (HR Muslim 2/1044)

Dari Aisyah RA, ia berkata: Rasulullah SAW menyingkapkan kain dari pahanya ketika Abu Bakar dan Umar masuk. Tetapi ketika Utsman bin ‘Affan masuk beliau menutupinya. Lalu beliau pun bersabda “Bagaimana aku tidak merasa malu terhadap seorang laki-laki yang para malaikat pun merasa malu terhadapnya” (HR Muslim 4/1866)

Wallahu a‘lam bishshowab.


syariah online

Golongan yang Dikasihi

Menjadi orang yang selalu dikasihi oleh setiap manusia merupakan harapan dan cita-cita setiap orang. Terlebih-lebih yang mengasihi itu Allah yang menciptakannya dan Rasulullah yang menjadi teladan utama bagi kehidupan manusia. Ini merupakan kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Berkaitan dengan itu, Rasulullah telah memberikan kabar gembira bahwa setiap kita bisa menjadi golongan orang-orang yang dikasihi Allah dan Rasul-Nya. Manusia pilihan itu bersabda, ''Jika kamu ingin dikasihi Allah dan Rasul-Nya, maka sampaikanlah amanat apabila kamu diberi kepercayaan, dan berlaku jujurlah (benar) apabila berbicara, dan berbuat baiklah kepada tetangga-tetangga, yaitu orang yang bertetangga dengan kamu.'' (HR Thabrani).

Hadis di atas memberikan petunjuk yang jelas bagaimana kita seharusnya berperilaku atau bertindak agar kita termasuk golongan orang-orang yang dikasihi Allah dan Rasul-Nya.

Pertama, kita harus memiliki sifat amanah. Amanah artinya dapat menjalankan kepercayaan yang diberikan dengan tanggung jawab dan dapat menyampaikan amanat tersebut kepada yang berhak mendapatkannya. Hal ini sejalan dengan perintah Allah dalam firman-Nya, ''Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya ....'' (QS 4: 58).

Dalam ayat lainnya Allah tegaskan, ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.'' (QS 8: 27).

Seorang pejabat atau wakil rakyat yang amanah, misalnya, akan melindungi, memperjuangkan, dan mengangkat hak-hak dan nasib rakyat yang memilihnya. Mereka tidak akan membuat anggaran dan program fiktif dengan menjual nama rakyat.

Kedua, jujur dan benar dalam berbicara. Kejujuran dalam berbicara terkait dengan keimanan. Maksudnya, seseorang yang memiliki keimanan tidak mungkin dapat melakukan kebohongan. Karena, perilaku berbohong merupakan perilaku orang-orang munafik.

Dalam kaitan ini Allah memerintahkan, ''Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.' (QS 33: 70). Dalam ayat lainnya Allah tegaskan, ''.... Jauhilah perkataan-perkataan dusta.'' (QS 22: 30).

Ketiga, berbuat baik terhadap tetangga. Tetangga merupakan saudara terdekat dalam kehidupan bermasyarakat. Artinya, mereka orang pertama yang akan kita mintai pertolongan ketika kita membutuhkan. Karena pentingnya peranan tetangga ini, Rasulullah mengaitkan tindakan berbuat baik dengan tetangga dengan keimanan.

Rasulullah bersabda, ''Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik-baik atau diam. Dan, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah menghormati tetangganya. Dan, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah menghormati tamunya.'' (HR Bukhari Muslim).

Semoga Allah membimbing dan memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang Allah dan Rasul-Nya kasihi. Amin. Wallahu a'lam bishawab. (Mulyana)


republika

Teladan Para Sahabat

Rasulullah SAW ibarat bulan purnama, sedangkan para sahabatnya laksana bintang-bintang. ''Ashhabi kan-nujum,'' kata Nabi. Karena, para sahabat adalah pantulan atau cerminan dari sosok Nabi, baik dalam pola pikir maupun tindakannya.

Suatu kali Nabi bersabda, ''Segala yang kami, para nabi, miliki tidak bisa diwariskan. Semuanya harus disedekahkan kepada kaum Muslimin.'' Oleh karena itulah, tidak ada cerita yang menyatakan bahwa Rasul pernah menahan hartanya untuk dibelanjakan di jalan Allah. Nabi tidak mewariskan apa-apa bagi keluarganya, bahkan ketika menjelang wafat beliau masih punya utang kepada seorang Yahudi (yang kemudian dilunasi oleh ahli waris beliau).

Lantas, bagaimana figur sahabat-sahabat Nabi berkenaan dengan prinsip ini? Tidak diragukan lagi, mereka sangat meneladani perilaku Nabi SAW sebegitu rupa. Misalnya Abu Bakar. Ketika Nabi menganjurkan para sahabatnya untuk bersedekah, Abu Bakar memberikan seluruh hartanya. Ketika Nabi bertanya, ''Apa yang akan engkau tinggalkan untuk anak-anakmu kelak?'' Abu Bakar menjawab, ''Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. Dia pasti akan membalasku dengan berlipat ganda.''

Ketika Abu Bakar menjadi khalifah dan segala kemewahan dunia menghinakan diri di depannya, dia tidak silau. Meski sebagai khalifah, Abu Bakar tak bersikap sombong. Dia mendapat julukan ''bapak orang berbaju robek'' karena sehari-hari memakai baju yang penuh tambalan. Ketika Umar menjabat sebagai khalifah, Persia dan Romawi telah ditaklukkan oleh tentara Islam. Akan tetapi, bagaimana kehidupan Umar sehari-hari? Menurut riwayat, saban hari Khalifah Umar sarapan roti kering dan minyak biasa. Pakaian Umar dipenuhi tambalan dan sebagian besar terbuat dari kain kasar.

Khalifah Utsman tidak jauh berbeda dengan pendahulunya. Beliau tak pernah enggan mendidik jiwanya dan memaksanya dengan pekerjaan-pekerjaan mahaberat. Konon, sering Utsman memikul kayu kering dari kebunnya. Orang-orang pun bertanya, ''Ya, Khalifah, mengapa engkau sedemikian menyiksa diri?'' Utsman menjawab, ''Aku ingin menguji diri, apakah sanggup menanggung kesulitan hidup.''

Diceritakan pula, ketika menjadi khalifah, Ali bin Abi Thalib pernah membeli sehelai kain seharga empat dirham dan sepotong baju seharga lima dirham. Setelah dicoba, ternyata lengan bajunya terlalu panjang. Khalifah Ali pun segera pergi ke tukang jahit. Dia meminjam gunting, kemudian memotong lengan yang kepanjangan itu dengan tangannya sendiri.

Demikianlah para sahabat utama Rasulullah SAW. Kekuasaan tak melenakan mereka. Jabatan bukanlah sarana untuk memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Menduduki jabatan publik, bagi mereka, bukanlah kesempatan untuk memperkaya diri. Jabatan adalah amanah rakyat, sehingga hal yang harus dikedepankan adalah mengabdi kepada rakyat; bukan sebaliknya: memikirkan diri sendiri. Naudzubillah. (Sabrur R Soenardi)


republika